Rani

CERITA BERSAMBUNG – KARYA RUDI SKAY – RANI BAGIAN – 1

Cerita ini adalah kelanjutan dari kisah yang berjudul Karena Kita Berbeda

– Selamat Membaca –

*****

SUDAH tiga hari ini Rio malas bekerja, ia menghabiskan waktu di toko buku atau berjalan kaki menyusuri pusat perbelanjaan di sudut-sudut kota.

Begitulah caranya ketika pikiran suntuk.

Tidak seperti hari-hari kemarin yang ia rasakan kini.

Hampa.

Itulah yang dirasa, ada yang hilang dari dirinya, kekasih tercinta yang bernama Rosa telah pergi, patah hati kali ini menimbulkan duka di hati. Bukan saja membuatnya kehilangan konsentrasi bahkan cukup membuat ia berantakan.

Rio memutuskan pindah rumah setelah Rosa tidak lagi tinggal di depan rumahnya, daripada hatinya pilu setiap melihat rumah Rosa yang telah kosong, maka ia memilih mencari tempat tinggal yang baru.

Kok aku bisa begini ? Rio bertanya pada dirinya sendiri.

“Itu hal yang wajar, menandakan kau masih manusia normal bukanlah robot yang tidak punya hati, namun menjadi tidak wajar bila terus berlarut-larut.” Bisikan lain dalam dirinya sendiri.

Siang itu Rio melangkah di keramaian emperan toko, pandangannya mengamati jejeran aneka dagangan kaki lima di sepanjang jalan itu.

Langkahnya terhenti ketika melihat seorang seniman jalanan sedang mendemontrasikan keahliannya di emperan jalan depan sebuah toko.

Seniman itu melukis sketsa wajah menggunakan pensil pada sebuah kertas yang berukuran cukup besar.

Hmm, luar biasa. Rio bergumam dalam hati. Ia kagum melihat kepiawaian seniman itu melukis. Rio teringat ketika masih kecil ia gemar menggambar. Tapi sayangnya Rio tidak mampu membuat hasil yang bagus dan akurat seperti seniman itu.

Setelah cukup puas melihat seniman itu melukis, ia kembali melanjutkan langkah dan berniat ke sebrang jalan untuk berjalan ke arah sebuah mall.

Ketika Rio melangkah menaiki tangga penyebrangan, tiba-tiba Hp dalam saku celananya berbunyi.

“Tinininit…! tinininit…!” Rio merogoh Hp itu dari dalam saku celananya sambil terus menaiki anak tangga.

Entah kenapa Hp itu terlepas dari genggamannya saat ia mengeluarkannya dari saku celana.

“Trakk !” Suara Hp terjatuh ke anak tanggga dan terpental jatuh ke aspal.

Ah, bodoh sekali diriku, beginilah kalau kehilangan fokus dan banyak melamun. Rio memaki dirinya sendiri.

Ia melihat Hpnya yang jatuh itu tergeletak di aspal jalan, ia pun kembali turun untuk mengambilnya.

Yah, sangat disayangkan, dipandanginya Hp yang telah remuk itu setelah ia turun mengambilnya, Hp itu pecah dan tidak mau dinyalakan lagi.

Ya sudahlah, mau diapain lagi kalau sudah begini, mungkin sebaiknya aku tidak memakai Hp untuk sementara ini. Katanya dalam hati.

Setelah beberapa saat ia berdiri memperhatikan Hp itu ia pun memasukkannya kedalam kantong dan kembali berjalan menaiki tangga penyebrangan.

*****

Dua minggu berlalu, Rio sudah mampu melewati fase “patah hati” yang cukup membuatnya bersedih beberapa hari kemarin. Sore itu Rio sedang berada di pangkalan rute mobil angkutan umum yang biasa ia operasikan. Begitulah setiap hari pekerjaannya sebagai sopir angkot di kota besar.

Ia duduk di sebuah warung kopi menunggu antrian timer mobilnya yang sedang ngetem. Beberapa saat kemudian, Rio melihat seorang temannya yang bernama Arman datang menghampiri.

“Bagaimana hari ini Rio, apakah bagus tarikannya ?” Arman menyapanya lalu duduk di dekat Rio sambil memesan kopi.

“Alhamdulillah, di jalani saja belum final, mudah-mudahan kita nanti dapat rejeki bagus.” Jawab Rio.

“Aamiin, eh Rio kenapa nomor Hpmu itu beberapa hari belakangan tidak bisa dihubungi, seperti tidak aktif ?” Tanya Arman.

“Iya, Hp saya rusak terjatuh minggu yang lalu, nanti kalau ada rejeki biar beli Hp yang baru saja.”

“Wah pantas saja, soalnya si Rani tanya-tanya kamu terus, cie-cie kamu sudah sering teleponan sama dia ya ?” Kata Arman lagi.

“Iya, kita cuma berteman kok, kan kamu juga yang ngenalin dan memberikan nomorku ke dia.”

“Iya, baguslah saya malah senang kalau kalian bisa dekat, Rani pikir kamu tidak mau dihubungi lagi atau entah kenapa, karena nomormu sudah tidak bisa dihubunginya lagi.”

“Sampaikan saja salam saya Man, Hp saya rusak dan jangan sampai ia salah paham, bukannya saya tidak mau dihubungi.”

“Ok, nanti akan saya sampaikan.” Jawab Arman.

Mereka pun ngobrol beberapa saat, setelah itu mereka melanjutkan pekerjaan masing-masing setelah tiba saatnya mobil mereka untuk giliran jalan.

*****

Tiga hari kemudian, Arman kembali menemui Rio di rumah kontrakannya yang baru. Arman datang dan hanya bertamu sebentar saja untuk mengantarkan sebuah paket titipan yang katanya dari Rani. Arman tidak bisa berlama-lama singgah karena masih ada pekerjaan lain.

Setelah Arman pergi, Rio pun mengamati paket itu. Apa isinya ya ? Ah ada-ada saja si Rani itu. Gumamnya lagi.

Rio membuka paket yang terbungkus kuat dan rapi, seperti ada sebuah kotak di dalamnya. Dan benar saja, setelah dibuka ternyata itu adalah sebuah Hp baru.

Ada secarik kertas di atas kotak Hp itu yang tertulis “Bang Rio, nanti kalau nomornya sudah aktif hubungi saya ya. salam – Rani.

Pikirannya pun kemudian terbayang gadis itu.

Rani, penampilannya tidak seperti gadis pada umumnya, ia dominan berpenampilan seperti laki-laki, berambut pendek, kerap mengenakan kaos oblong yang berlapis kemeja kotak-kotak, dan memakai jeans belel.

Walau Rani adalah gadis yang tomboy, tapi orang akan tetap mudah menebaknya adalah seorang wanita karena parasnya yang manis dan lembut. Andai mukanya berperawakan keras, mungkin semua orang akan mengira dia adalah seorang lelaki.

Sebenarnya Rio merasa segan seringkali diberi hadiah oleh Rani, terkadang ingin rasanya Rio menolak dan mengembalikan hadiah itu, tapi ia juga tidak boleh ke-ge’eran atas kebaikan orang lain. Mungkin saja Rani memang gemar beramal dan suka bersedekah pada semua orang karena keluarganya adalah orang yang kaya-raya.

Setelah cukup lama memandangi Hp baru itu, Rio coba memasukkan kartu dan mengaktifkan nomornya.

Di lihatnya jam dinding menunjukkan pukul 20:45, Rio pun coba menghubungi nomor Rani.

“Hallo, assalamualaikum.” Kata Rio Ketika panggilan telpon tersambung

“Iya hallo juga, waalaikumsalam, aih.. sudah aktif nomornya bang Rio, apa kabarnya lama tidak bisa dihubungi bang ?” Jawab Rani.

“Alhamdulillah, kabar baik sehat, dek Rani sendiri bagaimana kabarnya ?”

“Alhamdulillah saya sehat bang, cuma kangen saja lama tidak ngobrol sama bang Rio.”

“Hmm, ini mah ceritanya gembel kena gombal, tapi syukurlah dek Rani sehat, oh ya abang minta maaf kemarin nomor telpon abang tidak aktif karena Hpnya rusak, dan terima kasih dek, abang ini jadi merepotkan dek Rani sampai kirim Hp segala kesini.”

“Jangan sungkan lah bang, serius kangen tau bang, dari kemarin-kemarin saya tidak punya lagi tempat curhat karena nomor bang Rio tidak aktif.”

“Dek Rani terus-terusan gombalin abang nanti meleleh abang dek, netes ke lantai jadi licin kepeleset, kan bisa repot urusan, sekarang nomornya sudah aktif, ayo ada cerita apa malam ini.”

“Ahay.. memang itu yang dicari bang, memangnya hatinya dari lilin ya bang bisa meleleh ?”

Mereka pun saling canda dan ngobrol panjang lebar, keduanya memiliki hoby yang sama dari membahas musik sampai olahraga.

Rani memiliki hobby yang biasa dilakukan lelaki, seperti main alat musik drum sampai olahraga karate.

“Eh bang, besok kan hari minggu bang Rio libur kan ? saya sudah beli bahan-bahan untuk masak enak, hehee.. saya ini lagi belajar masak, saya mau mengundang bang Rio ke sini untuk mencicipi masakan saya, jangan sampai tak datang pokoknya.”

“Iya besok abang libur, InsyaAllah, tapi abang tidak berani janji ya, besok abang niatkan dan usahakan datang tapi kalau ada kendala harap jangan marah dan kecewa.”

“Okey, siap, nanti saya kirim alamatnya, saya sangat senang kalau abang datang.”

Setelah berbincang-bincang hampir dua jam, akhirnnya mereka pun mengakhiri obrolan.

*****

Keesokan harinya, Rio mendatangi alamat yang diberikan Rani, tidak enak hati juga kalau tidak datang memenuhi undangan Rani itu. Pikirnya. Apalagi Rani sangat baik padanya selama ini.

Siang itu sekitar jam 13:00. Setelah tiba di gerbang komplek sebuah perumahan, Rio coba menelpon Rani untuk memastikan ia tidak salah alamat.

“Hallo Assalamualaikum bang Rio, gimana bang jadi ke sini kan ?” Kata Rani mengangkat telpon dari Rio.

“Waalaikumsalam, iya dek sekarang abang sudah berada di depan gerbang komplek Griya Permata, apakah benar ini alamatnya dek ?”

“Iya benar itu bang, tunggu sebentar, biar saya jemput kesana.” Kata Rani menutup pembicaraan di telpon.

Beberapa saat kemudian, terlihat Rani keluar dari dalam komplek dengan berjalan cepat menghampiri Rio.

“Hay bang, akhirnya datang juga, ayo bang kita langsung saja ke rumah saya, lets-go !” Kata Rani menyapa dan menjabat tangan Rio, lalu mereka pun melangkah ke dalam komplek perumahan itu.

Rani mengangkat tangan menyapa dua orang Security yang ada di pos penjagaan di komplek itu ketika mereka melewatinya.

Security itu menyapa kepada Rani, dan kemudian berkata kepada Rio.

“Hati-hati mas, kemarin temannya bertamu direbus oleh dia.” Kata seorang Security bercanda.

“Huss.. sembarangan, bukan direbus tapi dipanggang.” Jawab Rani menimpali.

Rani memang cewe gaul, temannya pun kebanyakan laki-laki, kadang ia suka nongkrong dan ngobrol di pos Security itu, tidak heran bila semua Security mengenal dan akrab dengannya.

Tidak lama mereka berjalan, Rio telah sampai di depan rumah Rani, tampak seorang wanita yang keluar dari rumah itu.

“Ran, aku jalan sekarang ya, mungkin nanti pulangnya sedikit malam.” Wanita itu berkata kepada Rani.

“Ya sudah, jalan sana asal jangan pulang subuh saja, tidur di luar.” Jawab Rani.

Rani memperkenalkan wanita itu kepada Rio, namanya Sinta, ia adalah teman kerja Rani yang tinggal bersamanya di rumah itu.

Setelah Sinta pamit dan pergi, Rani mempersilahkan Rio masuk ke dalam rumah.

“Kok sepi-sepi saja di rumah ini ? Orang tuanya kemana dek ?” Tanya Rio yang duduk di sofa ruang tamu rumah itu.

“Orang tua saya ya di rumah yang di sana bang, di sini saya tuh tinggal berdua sama Sinta.” Jawab Rani.

Rani tinggal di rumah itu awalnya berdua saja bersama mbok Minah seorang pembantu, tapi pembantunya izin pulang kampung karena ada keluarga yang sakit.

Rani akhirnya meminta Sinta tinggal bersamanya daripada Sinta menyewa tempat kos. Rumah itu sengaja di sediakan orang tua Rani agar Rani dekat dengan Rumah sakit tempat ia bekerja.

Rumah orang tua Rani cukup jauh dari sana, dan Rani sempat menyewa kos bersama Sinta sebelum orang tuanya membeli rumah yang Rani tempati sekarang.

“Sesuai janji saya, mari kita ke meja makan, kita makan-makan hari ini, kalau masakan saya tidak enak bilang ya ? Ayo bang.” Kata Rani mengajak Rio ke dapur.

Rio melihat begitu banyak makanan di atas meja makan, ada sup dengan mangkuk besar, ikan goreng sambal dan lain-lain.

“Waduh.. banyak sekali makanannya dek ? Ini kamu semua yang masak apa bagaimana ?” Kata Rio berdiri di pinggir meja makan sambil memperhatikan makanan yang ada.

“Iya dong, ini saya semua yang masak, spesial buat bang Rio, ayo duduk bang, kita makan.” Kata Rani sambil menyendok nasi ke sebuah piring dan memberikannya pada Rio.

“Pintar juga kamu memasak dek, supnya enak dan goreng ikannya juga empuk, bumbunya pas.” Kata Rio mencicipi makanan yang ada di atas meja itu.

“Benarkah ? cobain yang lain, tumis kacangnya itu bang, kalau enak tambah makan yang kenyang pokoknya.” Kata Rani.

Mereka pun tampak menikmati makan bersama.

*****

Waktu pun berputar, Rio tampak kekenyangan duduk di ruang tamu bersama Rani, mereka selesai makan dan sedang berbincang-bincang santai.

“Kalau penilaian abang bagaimana ? Masakanku sudah lulus untuk jadi ibu rumah tangga apa belum bang ?” Kata Rani.

“Lulus dengan angka B, baik sekali, tapi untuk nilai A kamu harus real sebagai ibu rumah tangga yang memahami selera suami, enak menurut kita terkadang belum tentu enak bagi orang lain, ada yang suka pedas, ada yang tidak suka terlalu asin dan sebagainya”

“Eh, ngomong-ngomong bang Rio sudah punya pacar apa belum sih ?” Rani mulai bertanya hal yang bersifat pribadi.

“Kok pertanyaanya jadi melenceng dari pembahasan makanan menjadi ke soal pacar sih ? bagaimana ya ? kalau punya pacar tentu di hari libur abang pacaran, tapi malah ada di sini, kenapa pakai tanya-tanya pacar segala dek ?” Jawab Rio.

“Menurut abang saya ini cantik nggak ? jawab yang jujur bang.”

“Cantik, kalau abang bilang jelek nanti abang tidak di undang makan-makan lagi.”

“Iiih ! orang serius dia becanda.” Kata Rani sambil melempar bantal yang ada di sofa ke arah Rio.

“Hehehe.. maaf, maaf.. kamu serius cantik dan manis dek.” Kata Rio menangkap bantal itu.

Rani pindah duduk di samping Rio sambil merebut bantal yang dilemparnya tadi.

“Bohong, kalau benar coba perhatikan lagi baik-baik cantik nggak ?” Kata Rani menyodorkan wajahnya ke samping Rio.

Rio gelagapan lalu menoleh menatap wajah Rani yang tersenyum di sampingnya.

Duduk mereka sangat dekat, Rio seakan tidak berani menatap gadis itu. Dan kembali memandang ke arah depan.

Tiba-tiba jantung Rio berdegup kencang, ia menjadi gugup karena sikap Rani yang agresif itu. Ia tidak ingin terbawa perasaan.

Sekujur tubuhnya menjadi panas dingin, sikapnya mendadak serba salah harus bagaimana.

Sebagai lelaki normal ia menyukai gadis itu, tapi ia menghormati dan menghargai Rani yang telah baik padanya dan tidak ingin terjebak dalam lingkar asmara yang pernah membuatnya jera.

“Kan ternyata abang bohong, berarti saya ini jelek sampai abang tidak sudi memandang wajahku.” Kata Rani lagi.

Mendengar hal itu Rio jadi merasa iba dan tidak ingin Rani salah sangka, Rio kembali menoleh kesampingnya dan menatap lekat paras Rani.

Tatapan mata bertemu, Rio mencari makna di balik mata bulat itu. Di pandangnya paras Rani tidak berkedip. Indah dan bersih sekali wajah gadis itu.

Ah, Rio tak ingin melanjutkan tatapannya, ia takut hanyut terbawa hasrat yang berujung nafsu.

“Maafkan abang dek, kamu manis dan cantik, abang tidak berbohong.” Rio tertunduk bingung dan entah apa yang harus ia lakukan menghadapi situasi ini.

“Bang, kalau di matamu saya cantik, kenapa abang tidak mau merayuku ?”

“Merayu kamu sama saja abang menggoda harimau pakai pistol mainan, apalah abang ini, di luar sana pasti banyak lelaki gagah dan tampan yang menyukaimu ?”

“Apakah ungkapan abang itu berarti abang tidak mau menjadi pacarku ?” Kata Rani terus mendesak dengan pertanyaan yang to the point.

Rio sedikit kaget dan bingung mendengar perkataan Rani. Dalam pikirannya apa mungkin gadis seperti Rani serius mau dengan cowok seperti dirinya. Ia baru saja melewati pahitnya patah hati, dan sementara ini ia sedang tidak ingin memikirkan yang macam-macam soal asmara.

Tapi selama ini Rani sangat baik padanya, sangat tidak adil bila ia harus mengecewakan gadis itu, dan tidak ada alasan logis untuk ia bisa menolaknya, ah baru kali ini ia ketemu cewek yang menyatakan suka ke cowok, Rio diam dan mengambil nafas panjang.

Jangan sampai seseorang membuat gadis itu menangis, bisa runyam urusannya. Rani pernah menjadi juara karate. bila hatinya terluka dan marah ia akan mengamuk.

Pernah suatu ketika seorang teman lelakinya coba mengejek dan menghinanya, tapi apa yang terjadi teman lelakinya itu masuk rumah sakit karena patah tulang di hajarnya.

Bersambung ke Bagian 2

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai