Nikmati

Cerpen | oleh : Rudi Skay

PADA suatu waktu, di saat aku menunaikan sebuah ibadah, aku menjadi makmum pada sebuah moment sholat jum’at, saat itu hatiku dirasuki kesal dan jengkel.

Betapa tidak yang kurasakan, imam saat itu membaca ayat yang sangat-sangat panjang bagai kereta api yang lama sekali berhenti.

Dalam hatiku yang mulai terhasut syetan, praduga buruk bermunculan terhadap sang imam.

Hatiku berkata imam ini seenaknya saja baca ayat, dianggapnya apa orang dibelakangnya, tidak dipikirkannya sebagian jemaah makmum yang tua renta berdiri gemetar bila terlalu lama berdiri, apa dia ingin menunjukkan kalau dia khatam Al-quran, huh sombong dan egois sekali dia, dan segala macam pikiran buruk mengobrak-abrik khusuk sholatku.

Andai saja boleh, dan andai tidak berdosa juga tidak masalah dengan norma hukum untuk menggampar sang imam selasai sholat nanti ? Tentu saja akan kulakukan dengan senang hati untuk melampiaskan kesalku.

Tapi itu bukanlah perbuatan yang baik dan tidak dibenarkan dari sisi apapun. Maka terpaksa aku mengikuti sholat itu dengan perasaan membosankan.

Disaat semua jamaah makmum pada khusuk dengan khidmat mendengar ayat-ayat yang dibacakan sang imam, pikiranku menerawang.

Oh Tuhan, apa yang terjadi dengan hatiku ? Ilmu apa yang harus kupakai bila menemui hal-hal yang membosankan begini, rasanya ingin cepat selesai saja sudah sholat ini.

“NIKMATI !.”

Tiba-tiba saja terlintas ide besar muncul sebagai solusi untuk dieksekusi.

Nikmati ?

Bagaimana caranya ? Maka sejenak aku berimajinasi kelangit, menerawang pikiranku membayangkan bagaimana seandainya saat ini, detik ini aku sedang berada di alam yang berbeda, alam akhirat anggap saja.

Dan bagaimana jika Tuhan memerintahkanku untuk ibadah sholat selama 1000 tahun membaca ayat tanpa berhenti alias non-stop.

Apakah hatiku akan terasa disiksa oleh  keterpaksaan yang begitu lama ? Atau justru aku menikmatinya hingga 1000 tahun itu menjadi terasa sekejap saja.

Wah, Sedangkan sholat jumat dua rakaat saja sudah berasa bukan main rasanya lama benar, beh…  bagimana bila seribu tahun tanpa henti. Ampun.

Aku mulai mencoba ide yang terlintas tadi, “Menikmati”. Maka segera Kubuang rencana-rencana pikiran, menepis segala keinginan yang muncul dan mencoba menikmati apa yang kukerjakan, setiap lafas dan gerak sholat kulakukan dengan fokus dengan orientasi cara yang benar sepengetahuanku.

Aku mulai melantunkan ayat dari setiap gerakan dengan irama senandung merdu bagiku dalam hati, untuk diriku sendiri tanpa orang lain mendengar, kalau terdengar orang lain tentu saja tidak merdu, oh itu pasti.

Dan tanpa terasa sholat jumat saat itu berakhir seakan menjadi begitu cepat karena kesadaranku sudah tidak lagi berada pada masalah waktu, imam pun mengucap salam penutup sholat.

Bila ditarik sebuah kesimpulan, kenapa rasa bosan, kesal itu muncul dalam hati setiap manusia? Jawaban yang kudapat adalah karena apa yang terjadi dan yang dialami seseorang itu tidak sejalan dan tidak sesuai dengan keinginannya.

Kita tidak fokus dan tidak menikmati apa yang kita tekuni, kita menuntut yang terjadi harus sesuai dengan keinginan dan kepentingan kita sendiri. Itu adalah masalah dalam permainan akal dan emosional kita sendiri.

Jadi boleh dicoba untuk Kita uji pada peristiwa kehidupan yang lain, andai sebut saja Anda berencana pergi ke suatu tempat, tentu akan sangat terasa membosankan bila anda menemui jalan macet, atau hal-hal yang tidak sesuai keinginan dan rencana anda, tapi apa mungkin semua berjalan damai dan menyenangkan bila anda menikmati perjalanan tersebut hingga sampai tujuan.

Pada contoh kasus lain, pada saat anda makan misalnya, Anda makan tidak berselera, malas, kesal dan bosan karena istri atau ibu Anda cuma masak menu makanan pakai tempe dan sambal saja.

Tentu saja Anda kesal karena tidak sesuai keinginan Anda yang berharap makan ayam gereng misalnya. Apakah berbeda bila Anda menikmati? Makan pakai tempe dengan khidmat fokus mengunyah nasi sambil merasakan renyahnya tempe goreng yang dicocol cabai sambil bersyukur mengingat tetangga sebelah cuma makan pakai kecap. Dan sebagainya.

Buah yang bisa dipetik adalah Nikmati apa yang sedang kita kerjakan, syukuri apa yang kita dapat, dan benahi kesalahan. Karena hidup adalah proses transformasi dalam limit sang waktu.

Akhirkata, Sekian dan Wassalam.

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai