Rasa Dalam Wujud Realitas Hidup

Penulis : Rudi Skay


SELAMAT menikmati hidup.

Bila hidup dengan “Rasa.” Maka Rasa itu adalah Nuansa atau sensasi yang direspon oleh diri terhadap realitasnya.

Dari perspektif yang objektif Rasa adalah sifat atau zat yang terkandung pada sebuah objek, contohnya sifat gula yang manis.

Dari itu, hidup adalah “Keadaan diri yang merasakan dan memproses realitasnya.”

Secara universal hidup adalah proses pergerakan, perputaran, perubahan setiap aspek pada makhluk.

Maka ketika kita sadar, bahwa kesadaran itu adalah kemampuan mengkondisikan diri dalam memproses hidup pada realitasnya.

Kesadaran adalah kontrol pemantauan diri pada keadaan terhadap realitasnya secara subjektif ataupun secara objektif.

Realitas atau kenyataan itu apa ? Adalah sebuah dimensi sebagai arena tempat kesadaran berada dalam fakta. Atau alam semesta secara objektif.

Lantas apakah sebenarnya Tujuan hidup ini ?

Jawabnya tergantung kesadaran diri dan rasa yang berada di dalamnya.

Tapi pada umumnya orang akan mempunyai pencapaian atau hidup untuk meraih kesuksesan dan prestasi tertentu.

Pertanyaannya adalah, apa dan untuk apa sukses itu ?

Bila sukses adalah keberhasilan. Dan meraih sukses tujuannya untuk mendapatkan kebahagiaan dan kehidupan yang sejahtera ? Apakah Bahagia dan sejahtera itu adalah Rasa juga pada akhirnya ?

Apakah mungkin Tujuan hidup hanyalah pencapaian pemenuhan segala kepuasan rasa terhadap realitasnya?

Atau mungkin tujuan hidup semua orang didasari satu hal yaitu pencapaian pemenuhan semua keinginan ataupun kebutuhan dalam hidupnya.

Keinginan dan kebutuhan seperti apa ? yang pasti keinginan adalah dorongan yang didasari rasa yang ingin terpenuhi, sedangkan kebutuhan adalah dorongan yang didasari atas pemenuhan hak dan kewajiban, disini maka kebutuhan menjadi prioritas dalam pencapaiannya.

Tidak bisa dipungkiri setiap orang memiliki keinginan ataupun kebutuhan, makanya mereka belajar, bekerja, dan mencari, setiap orang dipicu ingin membuat perubahan dalam kehidupan.

Kepuasan itu sendiri tidaklah punya batasan, akan selalu ingin lebih, terus dan lagi sampai kesadaran mau berkata “Cukup.”

Kata cukup bukan sekedar rem untuk menghentikan laju kepuasan dan menikmati apa yang telah tercapai, tapi juga sebagai titik awal dari buaian keadaan untuk segera beranjak memenuhi tanggung jawabnya.

Realitas di dalam kehidupan selalu menyajikan hidangan sebagai  pilihan, ada yang disebut sebagai dualitas yang selalu berlawanan atau berpasang-pasangan.

Siang-malam, Besar-kecil, Kuat-lemah, baik-buruk, susah-senang dan seterusnya.

Diri yang hidup akan selalu dihadapkan dengan segala aspek dari berbagai sifat-sifat objek, peristiwa, situasi, kondisi yang akan memicu Rasa yang terkontaminasi di dalam diri.

Diri akan mengalami dan merasakan nuansa dan sensasi dalam dualitas enaknya dan tidaknya, baiknya dan buruknya, sakitnya dan sehatnya, gagalnya dan tidaknya dan seterusnya.

Maka diri akan menunjukkan respon sebagai sikap yang dibentuk oleh pengalaman dan pengetahuannya sebagai kemampuan dirinya dalam memproses rasa dalam hidup.

Diri hidup menyerap segala yang ia alami, artinya diri menerima input yang masuk.

Diri dengan segala yang di alaminya juga akan menghasilkan output sebagai kualitas dalam sikap perilakunya.

“Rasa” itu sendiri merupakan fondasi yang memperkaya berbagai konteks di dalam realitasnya hidup.

Perjalanan hidup menjadi cerita masing-masing pribadinya.

Jika kamu hidup, maka kamu harus siap menerima segala rasa yang ada tanpa diduga dan juga harus cerdas menyikapinya agar kamu tidak binasa dalam penderitaan yang menyakitkan akibat rasa yang tidak mampu kamu kendalikan.

Ketika diri menerima realitas dengan segala rasa dan mencari pengkondisiannya maka diri akan mengembang untuk menampung apapun dan mengakumulasi segala rasa menjadi rasa yang berbeda dalam kualitasnya.

Namun jika diri menolak realitasnya? maka diri akan kehilangan keseimbangan yang memicu masalah, dan ketidakwajaran.

Diri akan berpeluang melakukan pelanggaran, dan menginjak-injak nilai keadilan.

Kecewa itu boleh, sakit hati tidak mengapa, marah silahkan, benci juga tidak masalah, tapi gunakan akal agar semua rasa itu tertib ukuran, batasan, aturan, porsi dan adil dalam setiap aspek kehidupan.

Jika realitas hidup menyajikan dualitas nya, maka diri yang hidup ada alat pengolahnya yaitu akal dan spirit keimanan yang membentuk kesadaran dalam merespon kehidupan.

Dunia bukan milik diri yang hidup sendiri, maka untuk bisa senang kau harus membayarnya dengan usaha, belajar dan berlatih, yang kesemuanya itu tentu untuk dinikmati saja.

Karena itu, kebahagiaan dan kepuasan batin yang sejati tidak bisa dibeli di toko-toko. Ia harus dicapai dengan cara yang etis dan bermoral, dengan mempertimbangkan keadilan dan menjalankan nilai-nilai yang luhur.”

“Kenali dirimu, maka kau akan mengetahui isinya dan tau cara menikmati rasa di dalamnya.”

“Hidupmu menjadi rasa dalam dirimu, dan Rasa dalam dirimu menjadi cerita Kehidupanmu. Kau boleh terbang tinggi di langit, ataupun terbenam di kedalaman samudera, tapi ingat kau harus kembali pada realitas hidupmu. Terimalah setiap rasa, karena di dalamnya tersimpan makna dan pelajaran yang berharga.”

*****

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai