
- Cerpen
- Pengarang : Rudi Skay
“MAS, mas.. tolongin saya dong mas !”
Langkahku terhenti ketika tiba-tiba seorang wanita muda menghadangku siang itu di sebuah jalan kecil yang cukup sepi di pusat kota.
Wanita tersebut seperti memohon dengan raut wajah memelas.
“Eh, kenapa mbak? ada masalah apa?” Tanyaku.
“Begini mas, anak saya sedang sakit di rumah, saya butuh uang 65 ribu untuk membeli susu, tolong saya mas.” Kata wanita itu menjelaskan.
“Mbak rumahnya di mana ? Suaminya ke mana mbak ?” Tanyaku lagi.
“Saya tinggal tidak jauh dari sini mas, suami saya sudah meninggal satu tahun yang lalu, saya sudah mencoba ke sana-sini mencari kerja tapi sulit sekali mendapat pekerjaan, sekarang anak saya sedang sakit dan butuh susu.”
Aku terdiam dan sedikit bingung. Andai yang meminta tolong saat itu adalah seorang yang tua-renta, mungkin aku akan merogoh kantong dan dompetku untuk bersedekah tanpa berpikir panjang.
Tapi yang minta tolong di depanku saat itu adalah seorang wanita yang masih tergolong muda. Parasnya pun cukup manis.
Reflek mataku memandang ke arah buah dadanya. (Husss… jangan mikir yang nggak-nggak ya.. Heheee) yang terlintas dalam pikiranku bukanlah mesum, tapi muncul pertanyaan kenapa wanita muda ini tidak menyusui sendiri anaknya dengan ASI ? bukankah seorang bayi biasanya disusui ibunya ?
Tapi mungkin saja ada masalah dengan ASI nya atau bagaimana yang ada dalam benakku saat itu malah ingin mengenalnya lebih dekat dan berniat untuk memperistrinya. Ada rasa iba terselip di hatiku melihat masalah yang ia hadapi.
Aku teringat kata-kata orang tuaku yang sering menasehati agar aku segera berumah-tangga di usiaku yang sudah bukan remaja lagi. Ah, mungkin saja dia adalah jodohku. Walau ia seorang janda tidak apa-apalah, apalagi ia sedang dalam kesulitan.
Setelah memperhatikannya, aku lalu berkata.
“Begini saja mbak, saya mau bantu mbak dan punya usul sebagai solusi, bagaimana kalau kita sekarang pergi dari sini dan pulang ke rumahnya mbak, kita bawa anaknya berobat atau ke dokter, soal susu dan apa kebutuhan mbak nanti akan saya bantu.”
Wanita itu kemudian berusaha mencoba menjelaskan lagi dengan segala alasannya bahkan seperti menggiring sugesti pikiranku untuk meyakininya dan mengikuti semua ucapannya.
Kami terlibat pembicaraan serius hingga mematahkan semua alasan yang ia sampaikan. Hingga wanita tersebut tidak mampu lagi memberikan penjelasan yang rasional buatku.
“Saya cuma butuh beli susu mas, 65 ribu saja, kalau mas tidak mau memberi ya sudah, tidak perlu repot-repot ingin ke rumah saya, dan saya paham apa maksud mas, terima kasih, huuh.. ! Dasar pelit !” Wanita itu berkata ketus sambil berjalan pergi meninggalkanku.
Aku terdiam dan tercenung, entah apa yang salah ? Kenapa harus 65 Ribu ? Tidak inginkah dia mendapatkan lebih ? mungkin dia memang cuma butuh 65 ribu saja, tidak lebih. Dan dia tidaklah membutuhkan seseorang untuk memperjuangkan hidupnya.
Ah, sudahlah, aku hanya bisa menggelengkan kepala sambil berlalu dari tempat itu.
“Apa yang tidak saya mengerti adalah bagaimana seseorang bisa mengatakan begitu banyak kebohongan dan tidak pernah merasa buruk karenanya.”