Nenek Misterius dan Lima Murid (Bagian 3)

Sebuah mobil sedan putih melaju dan berbelok memasuki pelataran sebuah gedung perkantoran, lalu berhenti dan parkir tepat di depan lobby gedung yang saat itu terlihat beberapa orang security sedang berdiri berjaga-jaga.

Pintu mobil pun terbuka, terlihat Ipan bersama Erik keluar dari mobil itu, keduanya kemudian melangkah ke lobby kantor, Security yang sedang berjaga menyambut dan menyapa mereka sebelum keduanya berjalan memasuki gedung.

Erik hanya mengikuti Ipan yang saat itu melangkah mendekati seorang wanita muda yang sedang bicara sambil berdiri di depan dua orang petugas resepsionis.

Wanita itu bertubuh ramping dengan pinggang dan pinggul yang bagus, mengenakan jas kerja dan rok pendek warna abu-abu, wanita itu pun menoleh ke arah mereka.

“Eeh.. Mas Ipan, lho kok tumben ke sini enggak kasih kabar atau telpon dulu gitu, pasti ada urusan penting ya datangnya dadakan.” Wanita muda itu menyapa ketika Ipan dan Erik telah berada di sampingnya.

“Selamat sore non Oppy, saya hanya mengantar saudara Erik ke sini atas perintah bapak, katanya beberapa komputer di sini ada masalah gangguan, mungkin saudara Erik ini bisa membantu non Oppy.”

Oppy menatap pada Erik, dilihatnya Erik tersenyum dan menundukkan kepala memberi hormat, senyum Erik manis dari raut wajah yang tampan, tak putih dan tak pula berkulit hitam, rambutnya ikal hitam lebat dengan hidung besar mancung.

Oppy sesaat memperhatikan Erik dari ujung rambut sampai ke kaki, penampilan Erik sederhana walau bukan mengenakan pakaian yang mahal tetapi terlihat bersih dan rapi.

“Ooo,, iya tadi saya menghubungi papa minta teknisi datang ke sini, perkenalkan saya Oppy.” Oppy mengulurkan tangan pada Erik sambil membalas senyum.

“Saya Erik.” Erik merasakan tangan Oppy begitu lembut ketika bersalaman. Dan dia belum pernah merasakan lembutnya jemari wanita cantik. Erik pun cepat-cepat melepaskan genggaman tangan Oppy, ia tak ingin berfikir yang macam-macam, apalagi Oppy adalah putri pak samsul yang sekarang menganggapnya sebagai saudara.

“Kalau begitu sekarang bagaimana enaknya ya, kita minum dulu ? atau langsung saja kedalam memeriksa komputernya ?” Kata Oppy pada Ipan dan Erik.

Ipan mengangkat bahu sambil menoleh ke Erik.

“Sebaiknya kita langsung saja mumpung belum begitu sore, semakin cepat saya rasa lebih baik.” Jawab erik.

Oppy tersenyum dan senang mendengar jawaban Erik.

“Ok, kalau begitu mari kita lihat ke ruangan kerja saya.” Oppy berkata kemudian mereka pun meninggalkan ruangan itu.

Tak lama berjalan sampailah mereka di depan pintu sebuah ruangan yang di atasnya bertuliskan ruang direktur.

“Tinininit.. tinininit..” suara Hp di tangan Ipan berbunyi.

“Hallo pak.” jawab Ipan mengangkat telpon. Dan sejenak dia fokus mendengar orang yang menelpon bicara.

“Baik pak, saya segera kesana sekarang.”

Setelah selesai pembicaraan di telpon, Ipan berkata pada Oppy.

“Mohon maaf non, saya permisi harus pergi sekarang karena ada tugas lain, bapak baru saja telpon.”

“Oh, jadi tadi papa yang bicara di telpon, ya sudah kalau begitu terimakasih ya mas Ipan.”

“Baik non, saya tinggal dulu mas Erik.” Setelah pamit lalu Ipan bergegas pergi.

“Ayo mas Erik, kita masuk ke ruang kerja saya.” Oppy membuka pintu ruangan itu lalu melangkah menuju meja kerjanya.

Erik sejenak memperhatikan semua sisi ruangan itu, ruangan yang sejuk, bersih, rapi dengan aroma wangi lembut yang menyegarkan.

“Ini mas Erik, coba deh periksa laptopku, semua komputer di kantor ini terpusat di sini, hari ini beberapa jaringan komputer tak bisa terhubung, bahkan monitoring akses ke cctv pun beberapa bagian tak bisa dibuka.” Kata Oppy menjelaskan.

Erik kemudian mendekat dan memeriksa laptop itu.

Jarak dia dan Oppy menjadi sangat dekat, Erik pun sedikit menjadi gugup, sekilas wangi tubuh Oppy tertangkap dari hidungnya.

Tanpa banyak membuang waktu akhirnya Erik pun mulai mengutak-atik dan mengecek semua bagian yang berhubungan dengan semua keterangan Oppy, dia melakukan diagnosis untuk mendeteksi bagian-bagian yang mengalami gangguan. Setelah menganalisa dan melokalisir tiap-tiap bagian, tak sampai satu jam semua telah ia selesaikan.

Oppy yang sejak tadi berada di dekatnya tak begitu memperhatikan laptop, tapi matanya sibuk memperhatikan Erik yang sedang bekerja. Sampai akhirnya tatapannya buyar saat Erik memandangnya.

“Silahkan non, sepertinya semua sudah berfungsi dengan normal, coba non Oppy cek lagi.” kata Erik

“Oh, iya, coba kita cek yaa..” Oppy kemudian mencoba mengakses data-data dan monitoring, semua jaringan terhubung dengan baik.

“Wah, bagus sekali mas Erik, sepertinya semua sudah ok, tak ada lagi masalah dan semua sudah bisa diakses.” Kata Oppy senang. Karena senangnya dia pun reflek tanpa sadar tangan kirinya memegang tangan Erik. Oppy terbiasa manja dengan papanya dan sering memegang tangan papanya ketika sedang diberi arahan di depan laptop.

“Makasih ya mas Erik, tapi coba kita cek lagi deh.” Katanya sambil menggoyang-goyang pergelangan tangan Erik, mungkin tangan Erik dikiranya tangan papanya juga barangkali. Sementara perhatian Oppy masih fokus menatap laptop sambil tangan kanannya mengetik tombol keyboard di laptop itu.

Waduh… kacau ini dalam hati Erik, dadanya berdegup kencang, keringat dingin pun berasa di sekujur tubuhnya.

Erik sempat bingung, belum pernah tangannya dipegang seorang gadis. Ia jadi serba salah, mau ia lepaskan tangan itu tapi takut nanti anak pak Samsul ini tersinggung, dia pun melihat sebuah buku tebal di pinggir meja, kemudian sengaja menggeser buku itu hingga terjatuh.

“Buukk.!” Suara buku pun terjatuh.

“Aduh, maaf non.” Katanya ketika Oppy terkejut mendengar sesuatu yang jatuh dan melepaskan pegangan tangannya dari tangan Erik. Dengan cepat Erik mengambil buku itu dengan maksud bisa sedikit menjauh dari Oppy.

“Sekali lagi maaf non Oppy, sepertinya hari sudah semakin sore, bila semua tak lagi ada masalah, saya mau permisi pulang.” Erik pun berkata sambil tangannya menjangkau meja meletakkan buku itu kembali.

“Duh, jangan panggil non kenapa, panggil saja aku Oppy.” Katanya sambil kemudian menarik laci meja dan mengeluarkan sebuah amplop.

“Mas Erik makasih ya, ini ada sedikit uang buat ongkos taxi, atau mas Erik mau aku antar dan kita pulang bareng, gimana ?” Oppy berkata sambil mengulurkan amplop tersebut kepada Erik.

“Maaf non, saya tak bisa menerima amplop itu, dan terimakasih tawarannya, saya benar-benar tak ingin merepotkan, saya biar pulang sendiri saja non.”

“Tuh kan, panggil non lagi, cape deeh,,, kenapa nggak panggil aku nyonya saja sekalian biar kesannya aku tuh tua banget ! Ini amplop ambil nggak ?! kalau nggak mau ambil awas aku laporin papa, aku bilang ke papa kamu tuh orangnya angkuh dan sombong.” Oppy berkata sambil matanya melotot dan bibirnya dimiringkan.

Erik melihat ekspresi Oppy seperti itu seketika ingin tertawa karena lucu dan manis sekali wajah Oppy kalau lagi mengancam. Tapi sekuat hati dia tahan tawanya.

“Baiklah dik Oppy, saya jadi tak berani menolak amplop itu dan terimakasih atas kebaikannya, saya mau permisi pulang.”

“Whaaat… ??! adik ?! coba sekali lagi panggil aku adik, aku ingin denger.” Kata Oppy girang, mulutnya menganga dengan kedua tangan memegangi pipinya yang halus.

Erik seketika sadar telah salah ucap, dia keceplosan tanpa sadar. Dia mengusap mukanya lalu istighfar.

“Hahahaha…” Oppy tertawa melihat tingkah Erik. Sepertinya dia merasa senang melihat Erik yang unik.

Oppy kemudian memasukkan amplop yang masih dipegangnya ke dalam tas Erik. Setelah mereka saling bicara sebentar, lalu Erik pun permisi melangkah pulang.

*****

“Tok.. tok.. tok..!” Erik !? rik.. !?” Erik terbangun saat terdengar suara orang memanggil dan pintu kamarnya diketuk, Erik mengusap mukanya dan melihat ke arah jam dinding. Aduh.. gawat.. katanya dalam hati lalu bergegas membuka pintu kamar.

“Katanya kamu ada janji dengan seseorang dan minta diantar ? jadi nggak ?” Kata seorang pria yang berdiri di depan pintu kamar. Dia adalah abang kandung Erik yang bernama Heri.

“Iya bang, saya jadi pergi, maaf saya tadi ketiduran.” Erik menjawab sambil mengusap matanya.

“Ya sudah buruan siap-siap, sudah jam tujuh lebih ini, nanti terlalu malam tak enak ke rumah orang.”

“Iya bang.” Kata Erik, kemudian bergegas ke kamar mandi.

Tak lama setelah Erik selesai mandi dan siap, bang Heri beranjak dari duduknya di bangku teras dan mematikan puntung rokoknya ke asbak sambil menghabiskan kopi yang tersisa.

Mereka pun melangkah ke arah sebuah motor butut yang terparkir di samping rumah. Bang Heri coba menyalakan motornya, namun sial beberapa kali dinyalakan motor butut itu tak juga mau menyala.

“Aduh, kenapa lagi ini motor, ada-ada saja kalau lagi buru-buru.” Kata Bang Heri sedikit mengumpat, kemudian ia jongkok mencoba cek mesin dan busi motor itu.

Melihat abangnya yang repot membongkar busi, Erik kemudian berkata pada abangnya itu.

“Saya biar pergi sendiri saja bang, motornya biar dibetulin saja dulu daripada mogok di jalan.”

“Ya sudah, cepat kamu jalan sana, pulangnya jangan terlalu malam.” Kata bang Heri yang sibuk membuka busi motor. Erik pun pamit dan melangkah cepat keluar dari lorong rumahnya.

Suasana sepi, Erik kemudian mengambil jalan pintas melalui jalan setapak melewati perkebunan dan tanah kosong yang lama ditumbuhi rumput lebat yang tinggi, jalan itu sepi dan tembus ke jalan raya. Erik bermaksud untuk naik angkutan umum ke rumah pak Samsul. Tapi di pertengahan jalan setapak yang sepi itu tiba-tiba terdengar suara orang tertawa.

“Hehehehe… Hehehehe…! dasar murid bodoh, gini hari masih saja jalan kaki.”

Erik kaget mendengar suara orang tertawa dan bicara dari arah belakangnya, dia pun menoleh membalikkan badannya.

Erik mengusap dada dan menghembus nafas lega, setelah mengenali siapa yang ada di depannya.

“Kamu mau ke rumah samsul ya ?” Kata si nenek bisa mengetahui rencana Erik.

“Iya nek, tapi kok nenek bisa ada di sini ?” Kata Erik yang sejak bertemu masih penasaran kepada si nenek.

“Aku sengaja datang untuk membantumu, aku akan memberikan suatu ilmu untukmu, cepat mendekat kemari.” Kata si nenek, lalu Erik pun mendekatinya.

“Berikan tapak tangan kananmu.” Kata si nenek lagi.

Erik mengulurkan tangan dan menadahkan sebelah tapak tangan kanannya.

“Pejamkan matamu dan tarik nafas dalam, kemudian hembuskan nafas pelan sambil membuka mata, lakukan dengan tenang, buang semua kegelisahan dan rasa cemas yang kau hadapi, pikirkan kau bisa melakukan apa pun dengan mudah.” Kata si nenek memberikan petunjuk. Kemudian menempelkan tapak tangannya ke atas tapak tangan Erik.

Terlihat kedua tangan itu kemerahan seperti membara dan mengeluarkan asap tipis.

Erik merasakan panas di tapak tangannya. Tapi dia coba tenang dan membuang semua rasa takut dalam dirinya, Erik merasakan seluruh tubuhnya menjadi hangat, dia pun menghembuskan nafas pelan sambil membuka kedua matanya.

Tampak si nenek sedang berkacak pinggang di depannya, lalu berkata.

“Coba lihat tapak tanganmu, ada apa di sana ?” Kata si nenek.

Erik mencoba melihat tapak tangannya, tapi dia tak melihat keanehan apa pun.

“Tak ada apa-apa nek, saya tak melihat apa pun, semua biasa saja.” Jawab Erik sedikit bingung.

“Wuutss !” Suara tongkat si nenek berputar.

“Tookk. !” Bunyi tongkat kayu secepat kilat mendarat di kepala Erik.

“Aaww.. !” Erik sedikit berteriak memegang kepalanya yang terkena pukulan tongkat si nenek.

“Dasar murid bodoh, apa yang kau pikirkan ketika memejam mata tadi, tidak kah kau berfikir sedang berada di tempat Samsul ?!” Kata si nenek dengan suaranya yang serak sedikit keras.

Erik pun coba memahami kata-kata si nenek sambil menggosok gosok kepalanya yang sedikit terasa sakit karena kena pukul tongkat si nenek.

“Sekarang kita ulangi lagi seperti tadi, ulurkan tapak kananmu, tarik nafas pelan dengan tenang, bayangkan kau sedang berada di tempat samsul. Buang semua ketakutanmu terhadap apa pun di dunia ini, dan harus yakin tanpa ada keraguan sedikitpun bahwa kau bisa melakukan sesuatu, sambil kau hembuskan nafas pelan dengan membuka mata.” Kata si nenek menjelaskan.

Erik pun mengikuti semua arahan si nenek, sampai saat dia menghembus nafas pelan dan membayangkan bahwa dia sedang benar-benar merasa berada di depan rumah pak samsul. Dia pun membuka mata dan melihat ke tapak tangannya.

Erik melihat sebuah gambar rumah mewah yang sedikit redup dan kembali jelas, gambar yang samar hilang timbul di atas tapak tangannya, seperti melihat bayangan di atas air. Rumah itu sama peris dengan khayalan yang terbentuk dalam pikirannya

“Bila kau ingin kesana, kau tinggal genggam tanganmu dan pejamkan mata sambil atur pernafasan secara tenang.” Suara si nenek terdengar jelas tetapi si nenek sudah menghilang dan tak lagi berdiri di tempatnya.

Erik melihat sekeliling, tapi gelap dan sepi tak ada siapa pun, tubuhnya merasa sangat ringan seakan tak menapakkan kaki di atas bumi, si nenek telah menyalurkan tenaga dalam padanya.

Dia pun coba mengikuti arahan si nenek dengan menggenggam tangan dan mengatur nafas tenang, matanya coba ia pejamkan, pikirannya tak lagi memikirkan apa pun selain berada di depan rumah pak Samsul, sampai ia benar-benar merasa tak lagi berada di tempat dia berdiri, seakan-akan ia telah berada di alam yang berbeda.

“Bruukk.!!” Suara seperti orang jatuh. Erik merasa sekujur tubuhnya remuk, dia terhempas di akar pohon besar di tempat yang sedikit gelap, di sampingnya ada sebuah bak sampah besar.

“Ahh, sial..” Katanya bergumam, ketika mendapati dirinya tertelungkup di atas lantai becek sisa-sisa lumpur sampah yang hitam dan bau.

Erik pun melihat sekeliling, dia menyadari sudah berada di suatu tempat yang berbeda, seperti area komplek perumahan mewah, di sebrang jalan dilihatnya sebuah rumah yang sama persis seperti yang dia bayangkan. Suasana komplek itu sepi. Dia coba berdiri sambil menahan sakit di sekujur tubuhnya, lalu ia pun membersihkan pakaian yang terlanjur kotor dan bau akibat terlempar dekat bak sampah.

“Tilililit…tilililit…!” Suara Hp di kantong celana Erik tiba-tiba berbunyi. Ia pun merogoh kantong dan melihat nomor pak Samsul menghubunginya di layar Hp.

“Ya pak, hallo..”

“Kamu jadi datang kerumah saya Erik ? di mana kamu sekarang ?”

“Maaf pak, saya sudah berada di seberang rumah bapak, tapi sepertinya kondisi saya tidak memungkinkan untuk masuk dan makan malam bersama, saya baru saja terjatuh.”

“Apakah kamu baik-baik saja Erik ? kalau begitu kamu tunggu sebentar, saya akan keluar.” Kata pak Samsul. Kemudian pembicaraan pun terputus.

Erik sedikit tertatih coba melangkah ke arah gerbang rumah pak Samsul, terlihat pintu gerbang bergeser dibuka oleh seorang security. Sebuah mobil sedan hitam bergerak keluar dari garasi rumah dan berjalan pelan lalu berhenti di luar gerbang.

“Erik, ayo naik !” Pak Samsul memanggil Erik dari dalam mobil. Tepat setelah Erik berdiri di dekat mobil itu. Erik pun membuka pintu belakang dan masuk ke dalam mobil, kemudian mobil itu berjalan pelan lalu pergi dari tempat itu.

“Bagaimana kondisimu, apa perlu kita ke rumah sakit ?” Tanya pak Samsul di dalam mobil yang duduk di belakang sopir di samping Erik.

“Saya masih baik-baik saja pak, cuma sekujur tubuh mulai terasa sakit-sakit dan pakaian saya jadi mengotori jok mobil, maaf pak, saya jadi merepotkan.” Erik berkata pada pak Samsul, sementara mobil terus melaju memasuki jalan raya.

“Tak perlu segan Erik, nanti akan saya antar kamu pulang, sekarang kita cari makan di luar saja, kita makan soto malam ini, kebetulan saya lagi ingin makan soto, apa yang terjadi sampai kondisimu bisa begini ?”

Erik pun panjang lebar menceritakan pertemuannya dengan si nenek dan semua yang ia alami malam itu kepada pak Samsul.

*****

Sementara itu, dari dalam sebuah kamar. Seorang gadis sedang duduk memandangi sebuah laptop. Dia adalah Oppy, pikirannya menerawang teringat kepada Erik, bibirnya tampak senyum-seyum dan merasa malu sendiri ketika mengingat kejadian sore tadi.

Entah kenapa ada daya tarik pada pemuda itu, sampai-sampai tanpa sadar tangannya berani memegang tangan Erik, kok bisa ya ? dia coba mencari-cari sesuatu pada diri Erik, ia melihat kesederhanaan dan kejujuran yang membuatnya merasa percaya dan aman ketika berdekatan dengan Erik, rasa yang selama ini belum ia temui dari sekian banyak laki-laki yang coba mendekatinya.

Selama ini ia sulit mempercayai lelaki yang coba menyatakan suka padanya karena tatapan mata mereka yang buas ketika memandang tubuhnya. Banyak di antara laki-laki dan rekan kerja yang menyukainya, tapi belum ada satu pun yang bisa membuat hatinya terpaut.

Bahkan kedua orang tuanya pun beberapa kali ingin menjodoh kannya, tapi semua ia tolak karena tak ada yang cocok di hatinya. Hingga ia pun menjadi jomblo yang sibuk sebagai wanita karier.

Dia anak satu-satunya yang selalu dimanjakan oleh kedua orang tuanya, dan ia dipercaya memimpin salah satu perusahaan pak Samsul karena kecerdasan dan keuletannya dalam bekerja, walaupun dia anak yang dimanja tapi dia bukanlah wanita yang suka berfoya-foya menghabiskan harta orang tuanya.

“Tok.. tok.. tok..!” suara pintu kamar terdengar diketuk dari luar membuyarkan lamunannya.

“Oppy.. bukain mama pintunya.” Suara seorang wanita separuh baya yang tak lain adalah istri pak Samsul yang bernama bu Erny.

“Iya maa… sebentar.” Jawab Oppy lalu berdiri dan berjalan membuka pintu.

“Papamu tadi keluar, katanya acara makan malam bersama tamu yang bernama Erik itu tak jadi, dan sebelum pergi papamu pesan kita makan duluan saja, ayo..” kata bu Erny mengajak Oppy untuk makan.

“Yaah.. kok nggak jadi sih, ya udah deh ma, Oppy beresin kerjaan Oppy bentar ya ma.” katanya sedikit kecewa, karena sejak tadi dia penasaran ingin berjumpa lagi dengan Erik.

“Ya sudah, mama tunggu di ruang makan.” Kata bu Erny lalu melangkah meninggalkan kamar itu.

*****

Setelah cukup lama bercerita panjang lebar dan makan di sebuah resto soto yang berada di tengah kota, pak Samsul kemudian mengantar Erik pulang kerumahnya. Pak Samsul memahami apa yang baru saja terjadi dengan Erik, maka ia menyarankan agar Erik beristirahat dan pak Samsul segera mengantarnya pulang.

Hingga tiga jam berlalu setelah Erik pulang ke rumahnya. Waktu pun merambat hingga pukul 01:30 dini hari.

Di dalam kamarnya, Erik menggigil meringkuk di atas tempat tidur. Tubuhnya panas dan mengalami demam tinggi.

Selama pembicaraan mereka malam tadi, pak Samsul telah memberi tau kalau nanti tubuhnya akan mengalami konflik karena sel-sel tubuh mengalami penyesuaian setelah menggunakan ilmu pemberian si nenek saat pertama kalinya.

Andai saja si nenek tidak menyalurkan tenaga dalam di tubuh Erik, tentu raga kasar itu akan hancur karena baru saja menembus teleportasi dalam dimensi dan frekwensi yang berbeda. Ilmunya masih baru dan kasar, harus diperhalus dengan latihan. Pak Samsul pun berpesan kepadanya soal tawaran kerja tak perlu dipikirkan dulu, biarlah ditunda sampai ia kembali pulih.

Bersambung ke Bagian 4

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai